Makalah Psikologi | Humanistik
HUMANISTIC LEARNING THEORY
MAKALAH
Diajukan
untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok
Pada
Mata Kuliah Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Peserta Didik Jurusan
Pendidikan Bahasa Inggris
Oleh :
KELOMPOK 4 ( PBI 3-4 )
1. NURSALMI SYAHRIR 5. NURNISA AMIRUDDIN
2. ARNILA SUMARTI 6. ADI DARMANAGARA
3.
ASRI
AINUN YUNUS 7. SADDANG HUSAIN
4.
NASDA
8. YUDHISTIRA AINDY TRI P.
FAKULTAS TARBIYAH DAN
KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
ALAUDDIN
MAKASSAR
2018

Assalamu Alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah
puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan limpahan rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Melalui makalah ini kami akan
membahas mengenai “
Humanism Learning Theory.” Melalui penulisan ini, kami mencoba mencari berbagai materi
dari referensi yang beracam-macam yang nantinya dapat dituangkan dalam bentuk makalah yang
nantinya diharapkan agar dapat bermanfaat bagi kita semua.
Dalam
penulisan ini, tentu saja kami banyak mengalami kesulitan, sehingga kami banyak
memperoleh dukungan dan bantuan dari beberapa pihak baik berupa dukungan moril
maupun
berupa dukungan material. Karena itu, kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini.
Sebagai
penyusun kami menyadari sepenuhnya masih banyak sekali kekurangan dalam
pembuatan makalah
ini, Olehnya kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan
demi perbaikan makalah ini.
Akhirnya
kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuannya sehingga makalah ini dapat selesai tepat
waktu.
Wassalamu Alaikum Wr.Wb
Samata
Gowa, 22 Maret 2018
KELOMPOK 4
|

KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Rumusan Masalah
................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan.................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan ................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Teori Belajar Humanistik.................................... 4
B.
Tujuan Pendekatan Humanistik............................................. 8
C.
Ciri-Ciri Psikologi Humanistik
.............................................. 9
D.
Prinsip-Prinsip Belajar
Humanistik........................................ 9
E.
Ajaran-Ajaran Dasar Psikologi
Humanistik........................... 11
F.
Tokoh-Tokoh dalam Teori Belajar Humanistik...................... 13
G.
Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar
Humanistik........... 28
H.
Aplikasi Teori Belajar Humanistik
dalam Pembelajaran....... .. 29
I.
Implikasi Teori Belajar Humanistik
dalam Pembelajaran........ 38
J.
Model Pembelajaran
Humanistik............................................. 42
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 44
B. Saran ..................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA
|

PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Belajar bukan hanya
menghafal dan bukan pula mengingat, tetapi belajar adalah suatu proses yang
ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai hasil
proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan
terhadap lingkungan, sikap dan tingkah laku keterampilan, kecakapan, kemampuan,
daya reaksi dan daya penerimaan. Jadi belajar adalah suatu proses yang aktif,
proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada pada siswa.[1]
Didalam pembelajaran juga
perlu adanya guru dan siswa, dan dukungan suatu teori belajar, karena tanpa
guru siswa tidak akan dikatakan siswa, dan begitu juga sebaliknya tanpa siswa
guru tidak akan disebut guru kalau tidak ada siswa, juga dalam
pembelajaran tidak akan terlepas dengan teori karena teori itulah yang akan
merangsang kemampuan para sisiwa atas apa yang dimiliki dalam dirirnya. Secara
keseluruhan teori belajar di kelompokan menjadi empat kelompok atau aliran
meliputi: (1) Teori Belajar Behavioristik (2) Teori Belajar Kognitifistik (3)
Teori Belajar Konstruktifistik (4) Teori Belajar Humanistik.
Aliran humanisme
muncul pada tahun 90-an sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap pendekatan
psikoanalisa dan behavioristik. Sebagai sebuah aliran dalam psikologi, aliran
ini boleh dikatakan relative masih muda, bahkan beberapa ahlinya masih hidup
dan terus-menerus mengeluarkan konsep yag relevan dengan bidang pengkajian
psikologi, yang sangat menekankan pentingnya kesadaran, aktualisasi diri, dan
ha-hal yang bersifat positif tentang manusia.
|
Pengertian
humanisik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia
pendidikan yang beragam pula. Teori humanisme menyatakan bahwa bagian
terpenting dalam proses pembelajaran adalah unsur manusianya. Humanisme lebih
melihat sisi perkembangan kepribadian manusia dibandingkan berfokus pada
“ketidaknormalan” atau “sakit”. Manusia akan mempunyai kemampuan positif untuk
menyembuhkan diri dari “sakit” tersebut, sehingga sisi positif inilah yang
ingin dikembangkan oleh teori humanisme
Selain teori behavioristik dan teori
kognitif, teori belajar humanisme juga perlu untuk dipahami. Menurut teori
humanisme, proses belajar harus dimulai dan ditunjukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori humanisme sifatnya
lebih abstrak dan mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan
psikoterapi dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori belajar ini lebih
banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang
dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal.
Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada pemahaman tentang proses
belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori
belajar lainnya
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di
atas, penulis dapat merumuskan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut :
1.
Apa yang
di maksud dengan teori belajar humanistik?
2.
Apa tujuan pendekatan humanistik?
3.
Apa sajakah ciri-ciri psikologi
humanistik?
4.
Apa sajakah prinsip-prinsip belajar
humanistik?
5.
Siapa sajakah tokoh-tokoh dalam
teori belajar humanistik?
6.
Apa sajakah kelebihan dan kekurangan
teori belajar humanistik?
7.
Bagaimana pengaplikasian teori
belajar humanistik dalam pembelajaran?
8.
Bagaimana implikasi teori belajar
humanistik dalam pembelajaran?
9.
Bagaimana model pembelajaran
humanistik?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini diantaranya:
1.
Untuk mengetahui
pengertian teori belajar humanistik.
2.
Untuk mengetahui
tujuan pendekatan humanistik.
3.
Untuk mengetahui
ciri-ciri psikologi humanistik.
4.
Untuk mengetahui
prinsip-prinsip belajar humanistik.
5.
Untuk mengetahui
tokoh-tokoh dalam teori belajar humanistik.
6.
Untuk mengetahui
kelebihan dan kekurangan teori belajar humanistik.
7.
Untuk mengetahui
aplikasi teori belajar humanistik dalam pembelajaran.
8.
Untuk mengetahui implikasi teori belajar humanistik dalam pembelajaran?
9.
Untuk mengetahui
model pembelajaran humanistik.
D.
Manfaat
Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas
perkuliahan sekaligus merangkum berbagai referensi yang mendukung mengenai
Teori Belajar Humanistik dan segala aspek yang berkaitan dengannya, di mana
penulis mengharapkan makalah ini menjadi salah satu wacana penambah wawasan
keilmuan.
E.

PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Teori Belajar Humanistik
Teori
belajar humanisme merupakan salah satu teori belajar yang terdapat dalam
teori-teori belajar pendidikan dalam disiplin ilmu pendidikan.
Dari segi bahasa humanisme artinya kemanusiaan, sedangkan
menurut Istilah berarti suatu paham mengenai kemanusiaan yang hakiki. Jelasnya,
humanisme adalah suatu gerakan atau aliran yang bertujuan untuk menempatkan
manusia pada posisi kemanusiaan yang sebenarnya.[2]
Dalam teori
belajar humanistik, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu
sendiri. Konsep belajar Teori humanistik ini lebih
melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Berfokus pada potensi
manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan
mengembangkan kemampuan tersebut.
|
Teori
belajar humanistik pada dasarnya memiliki tujuan belajar untuk memanusiakan
manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si
pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Artinya peserta
didik mengalami perubahan dan mampu memecahkan permasalahan hidup dan bisa
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.Dengan kata lain, si pembelajar dalam
proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi
diri dengan sebaik-baiknya. (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 56). Tujuan utama
para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka
(Drs.M.Dalyono, 2012 : 43).[3]
Selain itu teori belajar humanistik sifatnya sangat
mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses pembelajaran itu sendiri.
Dalam artikel “some educational implications of the
Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud
dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia
adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi
perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau
“sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini
melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia
membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak
positif ini yang disebut sebagai potensi manusia.[4] Pendekatan yang berfokus
pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya
dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal
sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri,
menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Keterampilan atau kemampuan
membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan
karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik (Sukardjo dan Komarudin,
2009: 57).
Keleluasaan untuk
memilih apa yang akan dipelajari dan kapan serta bagaimana mereka akan
mempelajarinya merupakan ciri utama pendekatan humanisme. Bertujuan untuk
membantu siswa menjadi self-directed serta
self-motivated leaner. Penganut paham
ini yakin bahwa siswa akan bersedia melakukan banyak hal apabila mereka memiliki motivasi yang tinggi dan mereka
diberi kesempatan untuk menentukan apa yang mereka inginkan.
Nilai-nilai
penting yang ditumbuhkembangkan dalam pendidikan humanisme sebagai berikut.
1.
Kejujuran
(tidak menyontek, tidak merusak, dan bisa dipercaya).
2.
Menghargai
hak orang lain (menerima dan menghormati perbedaan individu yang ada, mau
mendengarkan orang lain, menolong orang lain, dan bisa berempati terhadap
problem orang lain).
3.
Menjaga
lingkungan (menghemat penggunaan listrik, gas, kayu, logam, kertas, dll.
Menjaga barang milik sendiri ataupun milik orang lain).
4.
Perilaku
(mau berbagi, menolong orang lain, ramah terhadap orang lain, dan berlaku
pantas didepan publik).
5.
Perkembangan
pribadi (menjalankan tanggung jawab, menghargai kesehatan dan kebersihan fisik,
mengembangkan bakat yang dimiliki secara optimal, mengembangkan rasa hormat dan
rasa bangga terhadap diri sendiri, mengontrol perilaku, memiliki sikap berani,
terhormat dan patriotik, serta menghargai keindahan) (Herpratiwi, 2009: 41).
Kemampuan
positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat
dalam dominan efektif, misalnya keterampilan membangun dan menjaga relasi yang
hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan,
kesadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan
pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas
keterampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari. Selain menitik beratkan
pada hubungan interpersonal, para pendidiknya yang beraliran humanisme juga
mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik untuk meningkatkan
kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi,
merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanisme mencoba untuk melihat dalam
spektrum yang lebih luas mengenai perilaku manusia. (Herpratiwi, 2009: 42).
Melihat hal-hal
yang diusahakan oleh para pendidik humanisme, tampak bahwa pendekatan ini
mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Jadi bisa dikatakan
bahwa emosi adalah karakteristik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme. Karena berfikir
dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan
mengabaikan salah satu potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan
emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanisme ini sama seperti
yang ingin kita dapatkan dari pendidikan yang menitik beratkan kognitif
(Herpratiwi, 2009: 42-43).
Teori ini
menyiratkan penolakan terhadap pendapat bahwa tingkah laku manusia semata-mata
ditentukan oleh faktor diluar dirinya. Sebaliknya, teori ini melihat manusia
sebagai aktor dalam drama kehidupan, bukan reaktor terhadap instink atau
tekanan lingkungan. Teori ini berfokus pada pentingnya pengalaman disadari yang
bersifat subjektif dan self-direction.
Perhatian
psikologi humanistik terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu
dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan
kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran
humanistis penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan
perasaan dan perhatian siswa.
Menurut aliran
humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan
merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini.
Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami
untuk berkembang untuk menjadi lebih baik dan juga belajar (Sukarjo dan
Komarudin, 2009: 56). Jadi sekolah harus berhati-hati
supaya tidak membunuh insting ini dengan memaksakan anak belajar sesuatu
sebelum mereka siap. Jadi bukan hal yang benar apabila anak dipaksa untuk
belajar sesuatu sebelum mereka siap secara fisiologis dan juga punya keinginan.
Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi, bukan sebagai konselor seperti
dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada behaviorisme.
Teori ini
berfokus pada saat sekarang dan menjadi apa seorang itu dimasa depan.
Pendekatan ini menyajikan kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan
perkembangan. Menghapus penghambat aktualisasi potensi pribadi. Membantu siswa
menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dengan memperluas kesadaran diri
dan bertanggung jawab atas arah kehidupanya sendiri (Herpratiwi, 2009: 38).
Berbeda dengan behaviorisme yang melihat motivasi manusia
sebagai suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manuisa atau dengan
freudian yang melihat motivasi sebagai berbagai macam kebutuhan seksual,
humanistik melihat perilaku manusia sebagai campuran antara motivasi yang lebih
rendah atau lebih tinggi. Hal ini memunculkan salah satu ciri utama pendekatan
humanistik, yaitu bahwa yang dilihat adalah perilaku manusia, bukan spesies
lain. Akan sangat jelas perbedaan antara motivasi manusia dan motivasi yang
dimiliki binatang. Hirarki kebutuhan motivasi maslow menggambarkan motivasi
manusia yang berkeinginan untuk bersama manusia lain, berkompetensi, dikenali,
aktualisasi diri sekaligus juga menggambarkan motovasi dalam level yang lebih
rendah seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan.
Jadi, teori
belajar humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan
bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi
dirinya.[5]
B.
Tujuan Pendekatan
Humanistik
Adapun Tujuan pendekatan
Humanistik adalah sebagai berikut :
1. Mengoptimalkan
kesadaran individu akan keberadaannya dan menerima keadaannya menurut apa
adanya. “Saya adalah saya”.
2. Memperbaiki
dan mengubah sikap, persepsi cara berfikir, keyakinan serta pandangan-pandangan
individu, yang unik, yang tidak atau kurang sesuai dengan dirinya agar individu
dapat mengembangkan diri dan meningkatkan self actualization seoptimal
mungkin.
3. Menghilangkan
hambatan-hambatan yang dirasakan dan dihayati oleh individu dalam proses
aktualisasi dirinya.
4. Membantu
individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang mungkin dapat dijangkau
menurut kondisi dirinya.
C.
Ciri-Ciri Psikologi Humanistik
Psikologi humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri
utama, yaitu:[6]
1.
Psikologi
humanis menawarkan satu nilai yang baru sebagai
pendekatan untuk memahami sifat dan
keadaan manusia.
2.
Psikologi humanis menawarkan pengetahuan yang
luas akan kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah
laku
3.
Psikologi humanis menawarkan metode yang
lebih luas akan kaedah-kaedah yang lebih efektif dalam dalam pelaksanaan psikoterapi.
D.
Prinsip-Prinsip Belajar
Humanistik
Menurut pendapat Djiwandono, (2004:183-186) Carl Rogers
dalam bukunya yang sangat populer Freedom to Learn and Freedom to Learn for
the 80’s, menganjurkan pendekatan pendidikan sebaiknya mencoba
membuat belajar dan mengajar lebih manusiawi, lebih personal dan berarti.
Rogers menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik yang penting,
diantaranya ialah:[7]
1.
Keinginan untuk belajar
Seorang anak secara wajar mempunyai keinginan untuk
belajar. Keingintauan anak yang sudah melekat atau sudah menjadi sifatnya untuk
belajar adalah asumsi dasar yang penting untuk pendidikan humanistik. Dalam
kelas anak diberi kebebasan untuk memuaskan keingintauan mereka, untuk
mengikuti minat, menemukan jati diri serta apa yang penting dan berarti tentang
dunia yang mengelilingi mereka. Contoh : saat siswa belajar tentang candi
Borobudur, dengan buku dan cerita dosen, mahasiswa akan kesulitan untuk
mengetahui gambaran tentang candi tersebut, dengan adanya media pembelajaran
mahasiswa dapat terpuaskan keingintauannya tentang candi borobudur lebih
menyeluruh.
2.
Belajar secara signifikan
Belajar secara signifikan terjadi ketika belajar
dirasakan relevan terhadap kebutuhan dan tujuan siswa. Menurut pandangan Combs
dalam Soemanto (2003:137), belajar di bagi dua proses yaitu pemerolehan
informasi baru dan menurut selera mahasiswa. Jika mahasiswa belajar dengan baik
dan cepat, humanis menganggap ini adalah belajar secara signifikan. Contoh :
pikiran siswa yang belajar menggunakan komputer agar mereka bisa menikmati
permainan (game). Siswa akan lebih baik dan cepat dalam belajar mengenai
kehidupan ikan di dalam laut atau kehidupan singa di Afrika dengan kehadiran
media pembelajaran di dalam kelas.
3.
Belajar tanpa ancaman
Belajar yang paling baik adalah memperoleh dan menguasai
suatu lingkungan yang bebas dari ancaman. Proses belajar dipertinggi ketika
mahasiswa dapat menguji kemampuan mereka, mencoba pengalaman baru, bahkan
membuat kesalahan tanpa mengalami sakit hati karena kritik dan celaan. Contoh :
bosan dan jenuh merupakan salah satu ancaman terhadap mahasiswa dalam proses
belajar terhadap mata kuliah yang tidak ‘menarik’ buat mereka, dengan
menggunakan media pembelajaran proses belajar akan bervariasi dan ‘Hidup’
sehingga bosan dan jenuh bisa diatasi.
4.
Belajar atas inisiatif sendiri
Belajar akan paling signifikan dan meresap ketika
belajar itu atas inisiatifnya sendiri, dan ketika belajar melibatkan perasaan
dan pikiran si pelajar sendiri. Penguasaan mata pelajaran penting, tapi tidak
lebih penting dari pada kemampuan untuk menemukan sumber, merumuskan masalah,
menguji hipotesis dan menilai hasil. Belajar atas inisiatif sendiri juga mengajarkan
mahasiswa untuk mandiri dan percaya diri, mereka akan tergantung pada diri
mereka sendiri dan kurang tergantung pada penilaian orang lain. Contoh : dengan
media pembelajaran mahasiswa diberi kesempatan untuk belajar mandiri, pada
tempat dan waktu serta kecepatan yang ditentukan sendiri (Miarso, 2005: 460).
5.
Belajar dan berubah
Rogers mencatat bahwa mahasiswa
pada masa lalu belajar satu set fakta ilmu statistik dan ide-ide. Dunia menjadi
lambat untuk berubah dan apa yang dipelajari di sekolah cukup untuk memenuhi
tuntutan waktu. Sekarang, perubahan adalah fakta hidup. Pengetahuan berada
dalam keadaan yang terus berubah secara konstan. Belajar seperti waktu yang
lalu tidak cukup lama untuk memungkinkan seseorang akan sukses dalam dunia
modern. Apa yang dibutuhkan sekarang menurut Rogers, adalah individu yang mampu
belajar dalam lingkungan yang berubah. Contoh : dengan penggunaan media
pembelajaran pengetahuan yang terus menerus berubah dapat dipelajari siswa
dengan baik dan cepat.
E.
Ajaran-ajaran
Dasar Psikologi Humanistik
Berangkat dari
disiplin ilmu psikologi, psikologi humanistik memberikan sumbangannya bagi
pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik
(humanistic keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek emosional,
sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model
pendidikan humanistik.
Perhatian
Psikologi Humanistik yang utama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap
individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka
hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik
aliran humanistik, penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai
dengan perasaan dan perhatian siswa.
Teori
kepribadian humanistik direpresentasikan oleh teori kepribadian salah satu
tokoh pelopor teori humanisme yaitu Maslow. Ajaran-ajaran yang berkaitan dengan
teori kepribadian humanistik adalah:[8]
1.
Individu
sebagai keseluruhan yang integral
Salah satu
aspek yang fundamental dari psikologi humanistik adalah ajarannya bahwa manusia
atau individu harus dipelajari sebagai keseluruhan yang integral, khas, dan
terorganisasi. Maslow merasa bahwa para ahli psikologi di masa lalu maupun
sekarang terlalu banyak membuang waktu untuk menganalisa kejadian-kejadian
(tingkah laku) secara terpisah dan mengabaikan aspek-aspek dasar dari pribadi
yang menyeluruh. Dalam perumpamaan umum, pernyataan Maslow ini bisa dinyatakan
melalui ungkapan bahwa para ahli psikologi itu hanya mempelajari pohon-pohon,
bukan hutan. Dalam teori maslow dengan prinsip holistiknya itu, motivasi
mempengaruhi individu secara keseluruhan, dan bukan secara sebagian.
2.
Ketidak
relevanan penyelidikan dengan hewan
Maslow dan para
teoris kepribadian humanistik umumnya memandang manusia sebagai makhluk yang
berbeda dengan hewan apa pun. Ia menganggap bahwa behaviorisme dengan filsafat
yang menyertainya telah mendehumanisasikan manusia dengan memandangnya tak
lebih dari mesin pengolah reflek-reflek berkondisi dan tak berkondisi. Maslow
menegaskan bahwa peyelidikan dengan hewan tidak relevan bagi upaya memahami
tingkah laku manusia karena hal itu mengabaikan cirri-ciri yang khas manusia
seperti adanya gagasan-gagasan, nilai-nilai, rasa malu, cinta, semangat, humor,
rasa seni, kecemburuan, dan sebagainya, dan dengan kesemua ciri yang
dimilikinya itu manusia bisa menciptakan pengetahuan, puisi, musik, dan
pekerjaan-pekerjaan khas manusia lainnya.
3.
Pembawa
baik manusia
Psikologi
humanistik memiliki anggapan, bahwa manusia itu pada dasarnya adalah baik, atau
tepatnya netral. Menurut persepektif humanistik, kekuatan jahat atau merusak
yang ada pada manusia itu adalah hasil dari lingkungan yang buruk, dan bukan
merupakan bawaan.
4.
Potensi
kreatif manusia
Potensi kreatif
manusia merupakan potensi yang umum pada manusia, jika setiap orang memiliki
kesempatan atau menghuni lingkungan yang menunjang, setiap orang dengan
kreatifitasnya itu akan mampu mengungkapkan segenap potensi yang dimilikinya.
Maslow mengingatkan bahwa, untuk menjadi kreatif seorang itu tidak perlu
memiliki bakat atau kemampuan khusus. Kreativitas itu tidak lain adalah
kekuatan yang mengarahkan manusia kepada pengekspresian dirinya.
5.
Penekanan
pada kesehatan psikologis
Psikologi
humanistik memandang self-fulfillment sebagai tema yang utama dalam hidup
manusia, suatu tema yang tidak akan ditemukan pada teori-teori lain yang
berlandaskan studi atas individu-individu yang mengalami gangguan.
Dari pemaparan
di atas dapat diambil benang merah bahwa orientasi teori humanistik adalah
pengaktualisasian diri sesuai dengan peunjuk-petunjuk yang baik serta mampu
mengembangkan potensi secara utuh, sehingga dapat bermakna dan berfungsi bagi
kehidupan dirinya dan lingkungannya.
F.
Tokoh-Tokoh Dalam Teori
Belajar Humanistik
Aliran
Humanistik muncul sekitar tahun 1960-1972.Kemudian muncul bebrapa perubahan dan
inovasi baru sampai dekade terakhir. Adapun tokoh – tokoh yang mempelopori
psikologi humanistik yang digunakan sebagai teori belajar humanisme sebagai
berikut :
1. Bloom
dan Krathwohl
Dalam hal ini, Bloom dan Krathwohl
menunjukkan apa yang mungkin dikuasai oleh siswa,yang tercakup dalam tiga
kawasan:[9]
a)
Kognitif
Kognitif
terdiri dari enam tingkatan,yaitu :
Ø
Pengetahuan
(mengingat,menghafal)
Ø
Pemahaman
(menginterprestasikan)
Ø
Aplikasi
(menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah)
Ø
Analisis
(menjabarkan suatu konsep)
Ø
Sintesis
(menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh)
Ø
Evaluasi
(membandingkan nilai,ide,metode,dan sebagainya)
b)
Psikomotorik
Psikomotorik terdiri dari 5
tingkatan yaitu :
Ø
Peniruan
(menirukan gerak)
Ø
Penggunaan
(menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
Ø
Ketepatan
(melakukan gerak dengan benar)
Ø
Perangkaian
(melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar)
Ø
Naturalisasi
(melakukan gerak secara wajar)
c)
Afektif
Afektif terdiri dari 5 tingkatan
yaitu :
Ø
Pengenalan
(ingin menerima,sadar akan adanya sesuatu)
Ø
Merespons
(aktif berpartisipasi)
Ø
Penghargaan
(menerima nilai-nilai,setia kepada nilai tertentu)
Ø
Pengorganisasian
(menghubungkan nilai-nilai yang dipercayai)
Ø
Pengalaman
(menjadikan nilai-nilai sebagai bagia dari pola hidup)
(Dr.Hamzah B.Uno,2006:58-59)
2. Kolb
Kolb membagi tahapan belajar menjadi
empat tahap yaitu :
a)
Pengalaman
konkret
Pada tahap ini,seorang siswa hanya
mampu sekadar ikut suatu kejadian.Dia belum mempunyai kesadaran tentang hakikat
kejadian tersebut.Dia pun belum mengerti bagaimana dan mengapa suatu kejadian
harus terjadi seperti itu.
b)
Pengamatan
aktif dan reflektif
Pada tahap kedua,siswa lambat laun
mampu mengadakan observasi aktif terhadap kejadia itu,serta mulai berusaha
memikirkan dan memahaminya.
c)
Konseptualisasi
Pada tahap ini,siswa mulai belajar
untuk abstarksi atau “teori” tentang sesuatu hal yang pernah diamatinya.Siswa
diharapkan sudah mampu untuk membuat aturan-aturan umum (generalisasi) dari
berbagai contoh kejadian yang meskipun tampak berbeda-beda, tetapi mempunyai
landasan aturan yang sama.
d)
Eksperimentasi
aktif
Siswa sudah mampu mengaplikasikan
suatu aturan umum situasi yang baru.Dalam dunia matematika misalnya, siswa
tidak hanya memahami “asal usul” sebuah rumus,tetapi ia juga memakai rumus
tersebut untuk memecahkan masalah yang beluum pernah ia temui
sebelumnya.(Dr.Hamzah B.Uno,2006:60) Menurut kolb, sistem belajar semacam ini terjadi
secara berkesinambungan dan berlangsung tanpa disadari siswa.
3. Honey
dan Mumford
Tokoh
teori humanistik lainnya adalah Honey dan Mumford.Pandangannya tentang belajar
diilhami oleh pandangan kolb mengenai tahap-tahap di atas. Honey dan Mumford
menggolong-golongkan orang yang belajar ke dalam empat macam atau golongan,
yaitu kelompok aktivis, golongan reflektor, kelompok teoritis dan golongan
pragmatis. Masing-masing kelompok memiliki karakteristik yang berbeda dengan
kelompok lainnya. Karakteristik tang dimaksud adalah:[10]
a)
Aktivis
Orang-orang
yang termasuk ke dalam kelompok aktivis adalah mereka yang senang melibatkan
diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk
memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Orang-orang tipe ini mudah diajak
berdialog, memiliki pikiran terbuka, menghargai pendapat orang lain, dan mudah
percaya pada orang lain.
Namun
dalam melakukan suatu tindakan sering kali kurang pertimbangan secara matang,
dan lebih banyak didorong oleh kesenangannya untukmelibatkan diri. Dalam
kegiatan belajar, orang-orang demikian senang pada hal-hal yang sfatnya
penemuan-penemuanbaru, seperti pemikiran baru, pengalaman barru dan sebagainya,
sehingga metode yang cocok adalah problem solving,
barinstorming. Namun mereka akan cepat bosan dengan
kegiatan-kegiatan yang implementasinya memakan waktu lama.
b)
Reflektor
Mereka
yang termasuk dalam kelompok reflektor mempunyai kecenderungan yang berlawanan
dengan mereka yang termasuk kelompok aktivis.Dalam dalam melakukan suatu
tindakan, orang-orang tipe rflektor sangant berhati-hati dan penuh
pertimbangan.Pertimbangan-pertimbangan baik-buruk dan untung-rugi, selalu
memperhitungkan dengan cermat dalam memutuskan sesuatu.Orang orang demikian
tidak mudah dipengaruhi, sehingga mereka cenderung bersifat konservatif.
c)
Teoris
Lain
halnya dengan orang-orang tipe teoritis, merreka memiliki kecenderugan yang
sangat keritis, suka menganalisis, selalu berfikir rasional dengan menggunakan
penalarannya. Segala sesuatu sering dikembalikan kepada teori dan konsep-konsep
atau hukum-hukum.Mereka tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya
subjektif.Dalam melakukan atau memutuskan sesuatu, kelompok teoritis penuh
dengan pertimbangan, sangat skeptis da tidak menyukai hal-hal yang bersifat
spekulatif. Mereka tampak lebih tegas dan mempunyai pendirian yang kuat,
sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain.
d)
Pragmatis
Berbeda
dengan orang-orang tipe prangmatis, mereka memiliki sifat-sifat praktis, tda
suka berpanjang lebardengan teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil, dan sebagainya.Bagi
mereka yang penting adalah aspek-aspek praktis, sesuatu yang nyata dan dapat
dilaksanakan.Sesuatu hanya bermanfaat jika dapat dipraktekkan.Teori, konsep,
dalil, memang penting, tetapi jika itu semua tidak dapat dipraktekkan maka
teori, konsep, dalil, dan lain-lain itu tidak ada gunanya.Bagi mereka, sesuatu
lebih baik dan berguna jika dapat dipraktekkan dan bermanfaat bagi kehidupan
manusia.
4. Habermas
Ahli
psikologis lainnya adalah hebermas yang dalam pandangannya bahwa belajar sangat
dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama
manusia.Habermas mengelompokkan tipe belajar
menjadi tiga bagian yaitu :
a)
Belajar
teknis
Siswa belajar bagaimana berinteraksi
dengan alam sekelilingnya. Meraka beusaha menguasai dan mengelola alam dengan
cara mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.
b)
Belajar
praktis
Pada tahap ini,lebih dipentingkan
adalah interaksi antara dia dengan orang-orang di sekelilingnya.Pemahaman
terhadap alam justru releva jika dan hanya jika berkaitan denga kepentingan
manusia.
c)
Belajar
emansipatoris
Siswa berusaha mecapai pemahaman dan
kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan (transformasi) kultural dari
suatu lingkungan. (Dr.Hamzah B.Uno,2006:61-61)
5. Carl Rogers
Carl R. Rogers dalam Hadis (2006:
71) kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar dipandang
sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Mereka berpendapat bahwa belajar yang
sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual
maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar
humanisme bahwa motifasi belajar harus bersumber pada diri peserta didik.
Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu:[11]
a)
belajar
yang bermakna
Belajar
yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran
dan perasaan peserta didik
b)
belajar
yang tidak bermakna.
Belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses
pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek
perasaan peserta didik.
Meskipun teori yang dikemukan Rogers adalah salah satu dari
teori holistik, namun keunikan teori adalah sifat humanis yang terkandung
didalamnya. Teori humanistik Rogers pun menpunyai berbagai nama antara lain :
teori yang berpusat pada pribadi (person centered), non-directive,
klien (client-centered), teori yang berpusat pada murid (student-centered),
teori yang berpusat pada kelompok (group centered), dan
person to person). Namun istilah person centered yang sering
digunakan untuk teori Rogers.
Rogers menyebut teorinya bersifat humanis dan menolak
pesimisme suram dan putus asa dalam psikoanalisis serta menentang teori
behaviorisme yang memandang manusia seperti robot. Teori humanisme Rogers lebih
penuh harapan dan optimis tentang manusia karena manusia mempunyai
potensi-potensi yang sehat untuk maju. Dasar teori ini sesuai dengan pengertian
humanisme pada umumnya, dimana humanisme adalah doktrin, sikap, dan cara hidup
yang menempatkan nilai-nilai manusia sebagai pusat dan menekankan pada
kehormatan, harga diri, dan kapasitas untuk merealisasikan diri untuk maksud
tertentu.
Asumsi dasar teori Rogers adalah:
1.
Kecenderungan formatif
Segala hal di dunia baik organik
maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil.
2.
Kecenderungan aktualisasi
Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk
bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap
individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.
Menurut
Rogers, yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu :
1.
Menjadi
manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar
2.
Siswa
akan mempelajari hal- hal yang bermakna bagi dirinya.
3.
Pengorganisasian
bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian
yang bermakna bagi siswa.
4.
Belajar
yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
5.
Belajar
yang optimal akan terjadi bila siswa berpartisipasi secara bertanggung jawab
dalam proses belajar.
6.
Belajar
mengalami (experiental learning) dapat terjadi, bila siswa mengevaluasi dirinya
sendiri. Belajar mengalami, dapat memberi peluang untuk belajar kreatif, self
evaluation dan kritik diri. Hal ini berarti bahwa evaluasi dari instruktur
bersifat sekunder.
7.
Belajar
mengalami, menuntut keterlibatan siswa secara penuh dan sungguh-sungguh.
Lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya (fully
human being):[12]
1.
Keterbukaan pada pengalaman
Orang yang berfungsi
sepenuhnya adalah orang yang menerima semua pengalaman dengan fleksibel
sehingga timbul persepsi baru. Dengan demikian ia akan banyak mengalami emosi
(emosional) baik yang positif maupun yang negative.
2.
Kehidupan ekstansial
Kualitas dari kehidupan
ekstansial dimana orang terbuka terhadap pengalamannya sehingga ia selalu
menemukan sesuatu yang baru, dan selalu berubah dan cenderung menyesuaikan diri
sebagai respon atas pengalaman selanjutnya.
3.
Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri
Pengalaman akan menjadi hidup
ketika seorang membuka diri terhadap pengalaman itu sendiri. Dengan begitu ia
akan bertingkah laku menurut apa yang dirasakannya benar (timbul seketika dan
intuitif) sehingga ia dapat mempertimbangkan setiap segi dari suatu situasi
dengan sangat baik.
4.
Perasaan bebas
Orang yang sehat secara
psikologis dapat membuat suatu pilihan tanpa adanya paksaan-paksaan atau
rintangan-rintangan antara alternative pikiran dan tindakan. Orang yang bebas
memiliki suatu perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan dan percaya
masa depan tergantung pada dirinya sendiri, tidak pada peristiwa pada masa lampau
sehingga ia dapat melihat sangat banyak pilihan dalam kehidupanya dan merasa
mampu melakukan apa yang saja yang ingin dilakukanya.
5.
Kreatifitas
Keterbukaan diri terhadap
pengalaman dan kepercayaan kepada organisme mereka sendiri akan mendorong seseorang
untuk memiliki kreativitas dengan cirri-ciri bertingkah laku spontan, tidak
defensif, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respon atas stimulus
kehidupan yang beraneka ragam disekitarnya.
6. Maslow
Abraham
Maslow mengatakan bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
-
Suatu
usaha yang positif untuk berkembang
-
Kekuatan
untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow
mengatakan bahwa individu berperilaku sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat hirarki. Bila seseorang
telah dapat memenuhi kebutuhan pertama seperti kebutuhan psikologis, barulah ia
dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialaha kebutuhan
mendapatkan rasa aman dan seterusnya.
Teori
yang terkenal dari Maslow yang merupakan salah satu tokoh humanistik adalah
teori tentang Hirarki Kebutuhan. Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah
sebagai berikut:[13]
1.
Kebutuhan
fisiologis atau dasar
Kebutuhan
fisiologis adalah kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan ini menyangkut kebutuhan
akan oksigen, air, protein, garam, gula, kalsium, mineral dan vitamin, termasuk
juga kebutuhan untuk menjaga keseimbangan pH (menjadi terlalu asam atau basa
akan dapat membunuh) dan temperature (98,6 atau dekat dengan itu). Selain itu,
terdapat juga kebutuhan untuk aktif, istirahat, tidur, untuk mengeluarkan
limbah (CO2, keringat, urin dan kotoran), kebutuhan untuk menghindari rasa
sakit dan kebutuhan untuk berhubungan seks. Maslow percaya dengan penelitian
yang menyatakan bahwa kebutuhan ini sebenarnya bersifat individual. Misalnya,
kekurangan vitamin C akan menyebabkan kelaparan yang sangat spesifik terhadap
vitamin C, seperti jus jeruk.
2.
Kebutuhan
akan rasa aman
Ketika sebagian
besar kebutuhan fisiologis sudah dipenuhi, maka lapisan kedua akan datang. Anda
akan menjadi semakin tertarik untuk menjadi keadaan aman, stabil, serta
terlindungi. Anda mungkin perlu untuk mengembangkan struktur, ketertiban dan
keteraturan. Kebutuhan sekarang bukan lagi lapar dan haus tetapi kebutuhan
untuk mendapatkan perlindungan dari ketakutan dan kecemasan. Dalam kehidupan
sehari-hari, kebutuhan tersebut dimanifestasikan dalam bentuk keinginan untuk
memiliki sebuah rumah di lingkungan aman, keamanan di lingkungan kerja, rencana
pensiun, asuransi, dan sebagainya.
3.
Kebutuhan
memiliki cinta
Ketika
kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keamanan sebagian besar sudah terpenuhi,
maka lapiaan ketiga kebutuhan mulai muncul. Anda mulai merasa perlu memiliki
teman, kekasih, anak-anak, hubungan kasih sayang secara mendalam dan ikatan
sosial. Anda mulai merasa rentan terhadap kesepian dan kegelisahan sosial.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita menunjukkan kebutuhan ini dalam bentuk
keinginan untuk menikah, memiliki keluarga, menjadi bagian dari sebuah
komunitas, bagian dari keluarga besar, dan anggota suatu klub, termasuk juga
bagian dari apa yang kita cari dalam sebuah karir.
4.
Kebutuhan
penghargaan
Pada tahap
selanjutnya, kita mulai mencari sedikit harga diri. Maslow mencatat dua versi
mengenai kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan yang
lebih tinggi. Kebutuhan yang rendah adalah kebutuhan untuk menghormati orang
lain, kebutuhan akan status, ketenaran, kemuliaan, pengakuan, perhatian, reputasi,
apresiasi, martabat, bahakan dominasi. Kebutuhan yang “tinggi” adalah kebutuhan
akan harga diri, termasuk perasaan seperti keyakinan, kompetensi, prestasi,
penguasaan, kemandirian, dan kebebasan. Kebutuhan penghargaan diri
dikategorikan tinggi karena bentuknya tidak seperti rasa hormat dari orang
lain. Misalnya, apabila menyangkut harga diri, maka akan sulit untuk
merasa kalah (perasaan lebih rendah).
Versi negatif kebutuhan ini adalah rendah diri dan kompleks inferioritas
(inferiority complexs). Dalam hal ini, Maslow mengakui konsep Alder mengenai
kompleks inferioritas yang merupakan akar dari sebagain besar masalah-masalah
psikologi kita.
Di negara
modern, sebagain besar dari kita memiliki apa yang kita butuhkan untuk memenuhi
kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keselamatan, tetapi lebih sering tidak
memiliki cukup cinta dan perasaan memiliki. Demikian juga dengan rasa hormat,
yang sering tampak begitu sulit untuk didapati. Barngkali, kondisi ini terbalik
dengan negara yang belum maju, seperti Indonesia, bisa saja kita tidak dapat
memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan, banyaknya orang miskin dan bencana
alam yang tidak tertangani dengan baik, tetapi kita masih memiliki persaudaraan
yang erat dan rasa hormat yang tinggi dan generasi yang lebih muda dan kelompok
sosial yang lain.
Keempat tingkat
yang awal hierarki di atas disebut deficit kebutuhan, atau D-need. Jika anda tidak memenuhi satu kebutuhan, berarti anda
memilki satu defisit, anda merasa perlu untuk memenuhinya. Namun, jika anda
memenuhi semua yang anda butuhkan, anda tidak merasa defisit sama sekali.
Dengan kata lain, kebutuhan tersebut berhenti memotivasi diri.
Maslow juga
membahas tingkatan tersebut dalam prinsip homeostatis. Homeostatis adalah
prinsip yang digunakan untuk tungku thermostat anda ketika beroperasi : apabila
terlalu dingin,akan berganti menjadi panas, tetapi ketika hari terlalu panas, switch off (mati) kemudian kembali
kepada suhu yang sesuai. Dengan cara yang sama, tubuh anda saat ini bekerja
saat ini, pada suatu saat anda lapar, maka anda akan berusaha memenuhi
kebutuhan ini dengan makan, maka kebutuhan pun hilang dan rasa lapar berhenti.
Maslow kemudian memperluas prinsip homeostatis untuk berbagai kebutuhan,
seperti keselamatan, perasaan memiliki, dan penghargaan.
Maslow melihat
semua kebutuhan ini sebagai kebutuhan dasar hidup. Demikian juga dengan cinta
dan harga diri yang diperlukan untuk pemeliharaan kesehatan. Menurutnya, kita
semua memiliki kebutuhan ini dan semuanya berasal dari genetik, seperti halnya
naluri. Bahkan, dia menyebut nalurilah sebagai kehidupan.
5.
Kebutuhan
aktualisasi diri
Tingkatan
terakhir dari kebutuhan dan agak sedikit berbeda adalah aktualisasi diri.
Maslow menggunakan berbagai-bagai istilah untuk menyebutkan tingkatan ini.
Maslow menyebutnya pertumbuhan motivasi (berbeda dengan definisi motivasi),
karena kebutuhan aktualisasi diri adalah B-needs (B-being), berbeda dengan
D-needs. Kebutuhan aktualisasi adalah kebutuhan yang tidak melibatkan
keseimbangan atau hemostatis, tetapi melibatkan keinginan yang terus-menerus
untuk memenuhi potensi, untuk menjadi semua yang kita bisa.
Dalam
penelitiannya mengenai orang yang mencapai aktualisasi diri, Maslow menggunakan
metode kualitatif yang disebut abalisis biografi untuk mengetahui aktualisasi
diri seseorang. Orang-orang yang mencapai aktualisasi diri juga memiliki cara
yang berbeda berhubungan dengan orang lain. Mereka menikmati kesendirian, dan
merasa nyaman dengan kesendiriannya, mereka juga menikmati hubungan pribadi
dengan beberapa teman dekat dan anggota keluarga secara mendalam.
Maslow (1954)
menyusun hierarki kebutuhan. Di dalam hierarki ini, ia menggunakan suatu
susunan piramida untuk menjelaskan dorongan atau kebutuhan dasar yang
memotivasi individu. Kebutuhan yang paling dasar, yakni kebutuhan fisiologis
akan makanan, air, tidur, tempat tinggal, ekspresi seksual, dan bebas dari rasa
nyeri, harus dipenuhi pertama kali. Tingkat kedua adalah kebutuhan akan
keselamatan, keamanan dan bebas dari bahaya atau ancaman kerugian. Tingkat
ketiga adalah kebutuhan akan mencintai dan memiliki, yang mencakup membina
keintiman, persahabatan dan dukungan. Tingkat keempat adalah kebutuhan harga
diri, yang mencakup kebutuhan untuk dihormati dan dihargai orang lain. Tingkat
yang paling tinggi adalah aktualisasi diri, kebutuhan akan kecantikan,
kebenaran dan keadilan.
Maslow
menyajikan hipotesis bahwa kebutuhan dasar di tingkat paling bawah piramida
akan mendominasi perilaku individu sampai kebutuhan tersebut dipenuhi, kemudian
kebutuhan tingkat selanjutnya menjadi dominan.
Maslow
menggunakan istilah aktualisasi diri untuk menjelaskan individu yag telah
mencapai semua kebutuhan hierarki dan mengembangkan potensinya secara
keseluruhan dalam hidup.
Teori Maslow
menjelaskan bahwa perbedaan individu terletak pada motivasinya, yang tidak
selalu stabil sepanjang kehidupan. Lingkungan hidup yang traumatic atau
kesehatan yang terganggu dapat menyebabkan individu mundur ke tingkat motivasi
yang lebih rendah.
7. Arthur Combs (1912-1999)
Perasaan, persepsi, keyakinan dan maksud merupakan perilaku-perilaku
batiniah yang menyebabkan seseorang berbeda dengan yang lain. Agar dapat
memahami orang lain, seseorang harus melihat dunia orang lain tersebut,
bagaimana ia berpikir dan merasa tentang dirinya. Itulah sebabnya, untuk
mengubah perilaku orang lain, seseorang harus mengubah persepsinya.
Sesungguhnya para ahli psikologi humanisme melihat dua bagian belajar, yaitu
diperoleh informasi baru dan personalisasi informasi baru tersebut.
1.
Pemerolehan informasi baru
Peserta didik akan tertarik dan bersemangat
untuk belajar jika apa yang dipelajari akan menjadi suatu informasi baru yang
bermakna dan bermanfaat bagi dirinya.
2.
Personalisasi informasi baru
Informasi baru yang dipahami peserta
didik itu bukan hasil transfer langsung dari guru ke peserta didik. Peserta
didik sendirilah yang mecerna dan mengolah apa yang disampaikan oleh guru
menjadi sesuaidan bermakna. Atrinya informasi itu diperolehnya sendiri dan
peserta didik menjadi pemilik informasi tersebut. Peran guru disini adalah
sebagai pembimbing yang mengarahkan.
Keliru jika guru berpendapatbahwa
murid akan mudah belajar kalua bahan pelajaran disusun dengan rapid an
disampaikan dengan baik, tetapi arti dan maknanya tidak melekat pada bahan ajar
itu, murid sendirilah yang mencerna dan menyerap arti dan makna bahan pelajaran
tersebut ke dalam dirinya. Yang menjadi masalah dalam mengajar bukanlah
bagaimana pelajaran itu disampaikan,tetapi bagaimana membantu murid memetik
arti dan makna yang terkandung di dalam bahan pelajaran tersebut dengan hidup dan
kehidupan mereka, guru boleh bersenang hati bahwa misinya telah berhasil.
Semakin jauh hal-hal
yang terjadi di luar diri seseorang (dunia) dari pusat lingkaran lingkaran
(persepsi diri),semakin kurang pengaruhnya terhadap seseoarang. Sebaliknya,
semakin dekat hal-hal tersebut dengan pusat lingkaran, maka semakin besar
pengaruhnya terhadap seseorang dalam berperilaku. Jadi jelaslah maka
semakin banyak hal yang dipelajari oleh
murid segera dilupakan, karena tidak adakaitanya sama sekali dengan dirinya.
G.
Kelebihan dan
Kekurangan Teori Belajar Humanisme
1.
Kelebihan teori humanisme adalah :
a)
Teori
ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena
sosial.
b)
Menurut
aliran humanisme : individu itu
cenderung mempunyai kemampuan / keinginan untuk berkembang dan percaya pada
kodrat biologis dan ciri lingkungan
c)
Indikator
dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah,
berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap
atas kemauan sendiri.
d)
Siswa
diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain
dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi
hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang
berlaku.
e)
Aliran
humanisme tidak menyetujui sifat pesimisme, dalam aliran humanisme individu itu
memiliki sifat yang optimistik
f)
Teori
Humanistik sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada
dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks
manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya(Dr.C.Asri
Budi Ningsih,2005:76).
g)
Ide-ide,
konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang dirumuskan dapat membantu para
pendidik dan guru untuk memahami hakikat kejiwaan manusia.( Dr.C.Asri Budi
Ningsih,2005:77).
2.
Kekurangan teori humanisme adalah :
a)
Siswa
yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.
b)
Terlalu
memberi kebebasan pada siswa.
c)
Teori
humanisme terlalu optimistik secara naif dan gagal untuk memberikan pendekatan
pada sisi buruk dari sifat alamiah manusia
d)
Teori
humanisme, seperti halnya teori psikodinamik, tidak bisa diuji dengan mudah
e)
Banyak
konsep dalam psikologi humanisme, seperti misalnya orang yang telah berhasil
mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif.
f)
Beberapa
kritisi menyangkal bahwa konsep ini bisa saja mencerminkan nilai dan idealisme
Maslow sendiri.
g)
Psikologi
humanisme mengalami pembiasan terhadap nilai individualistis
h)
Teori
humanisme ini dikritik karena sukar digunakan dalam konteks yang lebih praktis.
Teori ini dianggap lebih dekat dengan dunia filsafat daripada dunia
pendidikan(Dr.C.Asri Budi Ningsih,2005:76).
i)
Aplikasi
teori humanisme dalam pembelajaran, guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir
induktif, mementingkan pengalaman serta membutuhkan keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses belajar.
j)
Teori
humanisme masih sukar diterjemahkan kedalam langkah-langkah yang praktis dan
operasional.(Dr.C.Asri Budi Ningsih,2005:76-77).
H.
Aplikasi Teori Belajar
Humanistik Dalam Pembelajaran
Teori humanistik
sering dikritik karena sukar diterapkan daam konteks yang lebih praktis.Teori
ini diangagap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan
psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sukar menterjemahkannya ke
dalam langkah-langkah yang lebih kongkret dan praktis.Namun karena sifatnya
yang ideal, yaitu memanusiakan manusia, maka teori humanistik mampu memberikan
arah terhadap semua komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan
tersebut.
Semua komponen
pendidikan temasuk tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia yang
ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu mencapai
aktualisasi diri.Untuk itu, sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan
peserta didik dalam mengaktualisasi dirinya, pemahaman terhadap dirinya, serta
realisasi diri.Pengalaman emosional dan karakteristik khusus individu dalam
belajar perlu diperhatikan oleh guru dalam merencanakan pembelajaran. Karena
seseorang akan dapat belajar dengan baik jika mempunyai pengertian tentang
dirinya sendiri dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah mana ia
akan berkembang. Dengan demikian teori humanistik mampu menjelaskan bagaimana
tujuan yang ideal tersebut dapat dicapai.
Teori humanistik akan
sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang
lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan dalam konteks manapun akan
selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori
humanistik ini masih sukar diterjemahkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran
yang praktis dan operasional, namun sumbangan teori ni amat besar. Ide-ide,
konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskannya dapat
membantu para pendidik dan guru untuk memahami hakekat kejiwaan manusia. Hal
ini akan dapat membantu mereka dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran
seperti perumusan tujuan, penentuan materi, pemilihan strategi pembelajaran,
serta pengembangan alat evaluasi, ke arah pembentukan manusia yang
dicita-citakan tersebut.
Kegiatan pembelajaran
yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap secara ketat, sebagai mana
tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat
diukur, kondisi belajar yang dapat diatur dan ditentukan, serta
pengalaman-pengalaman belajar yang dipilih untuk siswa, mungkin saja berguna
bagi guru tetapi tidak berarti bagi siswa (Rogers dalam Snelbecker, 1974). Hal
tersebut tidak sejalan dengan teori humanistik.Menurut teori ini, agr belajar
bermakna bagi siswa, diperlukan insiatif dan keterlibatan penuh dari siswa
sendiri. Maka siswa akan mengalami belajar eksperiensial (experiential learning).
Dalam prakteknya
teori humanistik ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir induktif,
mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif
dalam proses belajar.
Bentuk
aplikasi humanisme dalam pembelajaran berisi bagai mana cara berupaya
menggabungkan keterampilan dan informasi kognitif, dengan segi-segi efektif,
nilai-nilai dan prilaku antar pribadi. Sehubungan dengan itu dibawah ini akan
diterangkan beberapa program dalam aplikasi humanisme dalam pembelajaran yaitu:[14]
1.
Confluent Education Cooperative Learning
Confluent
Education Cooperative Learning adalah pendidikan yang memadukan atau
mempertemukan pengalaman-pengalaman afektif dengan belajar kognitif di dalam
kelas. Hal ini merupakan cara yang bagus sekali untuk melibatkan para siswa
secara pribadi di dalam bahan pelajaran. Sebagai contoh misalnya, guru bahasa
Indonesia memberikan tugas kepada para siswa untuk membaca sebuah novel,
katakanlah misalnya tentang “keberanian”, sebuah novel perang. Melalui tugas
itu, siswa-siswa tidak hanya diharapkan memahami isi bacaan tersebut dengan
baik tetapi juga memperoleh kesadaran antar pribadi yang lebih baik dengan
jalan membahas pengertian-pengertian mereka sendiri mengenai keberanian dan
rasa takut.
Untuk
keperluan itu tugas tersebut dilengkapi dengan tugas-tugas yang berkait, antara
lain:
a)
Mewawancarai
orang-orang yang tahu tentang perang.
b)
Mendengar
musik perang, menulis pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang timbul secara
bebas, dan kemudian menghayatinya dalam kelompok-kelompok yang kecil.
c)
Memperdebatkan
apakah perang itu dapat dihindari ataukah tidak.
d)
Membandingkan
perang saudara dengan sajak-sajak perang.
Melalui
partisipasi dalam kegiatan seperti itu dan membicarakan bagaimana tokoh atau
pahlawan tertentu dalam novel tersebut bergabung dan meniggalkan berbagai
kelompok, mereka sendiri hidup bersama orang lain, kadang diterima kadang
ditolak. Novel tersebut memiliki makna pribadi manakala siswa mulai berfikir
tentang bagaimana mereka bereaksi dalam situasi yang serupa.
2.
Open Education
Open
Education atau proses pendidikan terbuka adalah proses pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada murid untuk bergerak secara bebas disekitar kelas
dan memilih aktivitas belajar mereka sendiri. Menurut Walberg dan Tomas
(1972), Open Education itu memiliki delapan kriteria, yaitu:
a)
Kemudahan
belajar tersedia, artinya berbagai macam bahan yang diperlukan untuk belajar
tersedia, para siswa bergerak bebas di sekitar ruangan, tidak dilarang
berbicara, tidak ada pengelompokkan atas dasar tingkat kecerdasan.
b)
Penuh
kasih sayang, hormat, terbuka dan hangat, artinya menggunakan bahan buatan
siswa, guru menangani masalah-masalah tingkah laku dengan jalan berkomunikasi
secara pribadi dengan siswa yang bersangkutan, tanpa melibatkan kelompok.
c)
Mendiagnosa
pristiwa-pristiwa belajar, artinya siswa-siswa memerikasa pekerjaan mereka
sendiri, guru mengamati dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
d)
Pengajaran,
yaitu pengajaran individual, tidak ada tes ataupun buku kerja.
e)
Penilaian,
ujudnya: guru membuat catatan, penilaian secara individual, hanya sedikit
sekali diadakan tes formal.
f)
Mencari
kesempatan untuk pertumbuhan profesional, artinya guru menggunakan bantuan
orang lain, guru bekarja dengan teman sekerjanya.
g)
Persepsi
guru sendiri, artinya guru mengamati semua siswa untuk memantau kegiatan mereka.
h)
Asumsi
tentang para siswa dan proses belajar, artinya suasana kelas hangat dan ramah,
para siswa asyik melakukan sesuatu.
Meskipun
pendidikan terbuka memberikan kesempatan kepada para siswa untuk bergerak
secara bebas de sekitar ruangan dan memilih aktifitas belajar mereka sendiri,
namun bimbingan guru tetap diperlukan.
3.
Cooperative Learning
Cooperative
Learning atau belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk menigkatkan
dorongan berprestasi siswa. Menurut Slavin dalam Sumanto (1998)
Cooperative Learning mempunyai tiga karakteristik:
a)
Siswa
bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4-6 orang anggota), komposisi ini
tetap selama berminggu-minggu.
b)
Siswa
didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat akademik
atau dalam melakukan tugas kelompok.
c)
Siswa
diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.
Adapun
teknik Cooperative Learning itu ada empat macam, yaitu:
a)
Team-Games-Tournament.
Dalam teknik
ini siswa yang kemampuan dan jenis kelaminnya berbeda-beda disatukan dalam tim
yang terdiri dari empat sampai lima orang anggota. Setelah guru menyajikan
bahan, tim lalu mengerjakan lembaran-lembaran kerja, saling mengajukan
pertanyaan, dan belajar bersama untuk persiapan menghadapi turnamen atau
pertandingan, yang biasanya diselenggaran sekali seminggu. Dalam turnamen itu
ditentukan beranggotakan tiga orang siswa untuk bertanding melawan siswa-siswa
yang kemampuannya serupa (atas dasar hasil minggu sebelumnya). Hasilnya
siswa-siswa yang prestasi paling rendah pada setiap kelompok memiliki
kesempatan yang sama untuk memperoleh poin bagi timnya sebagai siswa yang
berprestasi paling tinggi.
b)
Student
Teams-achievement Divisions.
Teknik ini juga
menggunakan tim yang terdiri dari empat sampai lima anggota tetapi kegiatan
turnamen diganti dengan saling bertanya selama lima belas menit,
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terlebih dahulu disusun oleh tim, skor-skor
yang tertinggi memperoleh poin lebih dari pada skor-skor yang lebih rendah,
kecuali itu juga digunakan “skor perbaikan”.
c)
Jigsaw.
Dalam teknik
ini siswa dimasukkan ke dalam tim-tim kecil yang bersifat heterogen. Bahan
pelajaran dibagikan kepada anggota-anggota tim, kemudian siswa-siswa tersebut mempelajari
bagian mereka masing-masing bersama-sama dengan anggota-anggota dari tim lain
yang memiliki bahan yang sama. Setelah itu mereka kembali ke kelompoknya
masing-masing dan mengajarkan bagian-bagian yang telah dipelajari bersama-sama
dengan anggota tim lain itu kepada anggota-anggota timnya sendiri. Akhirnya,
semua anggota tim dites mengenai seluruh bahan pelajaran.
Sebagai contoh
misalnya guru menetapkan tujuan yang menuntut para siswa mempelajari qira’ah.
Guru kemudian membagikan bahan tersebut menjadi empat atau lima bagian
terganting pada banyaknya anggota tim. Kemudian para siswa belajar bersama-sama
dengan anggota tim lain yang menerima bahan yang sama. Setelah itu mereka
kembali dan mengajarkannya pada anggota timnya sendiri. Tujuannya adalah agar
setiap tim mempelajarai seluruh bahan qirah’ah.
d)
Group
Investigation.
Group
Investigation adalah teknik dimana siswa bekerja di dalam kelompok-kelompok
kecil untuk menangani berbagai macam proyek kelas. Setiap kelompok membagi-bagi
tugas tersebut menjadi sub topik-sub topik, kemudian setiap anggota kelompok
melakukan kegiatan-kegiatan meneliti yang diperlukan untuk mecapai tujuan
kelompok. Setelah itu setiap kelompok mengajukan hasil penelitiannya kepada
kelas. Dalam metode ini, hadiah atau poin tidak diberikan.
Demikianlah
sekilas tentang keempat teknik Cooperative Learning itu. Menurut hemat penulis,
ternyata Cooperative Learning itu pada umumnya mempunyai efek positif terhadap
prestasi akademik. Keberhasilan Cooperative Learning bergantung pada kemampuan
siswa berinteraksi di dalam kelompok.
4.
Independent Learning
Independent
Learning atau pembelajaran mandiri adalah proses belajar yang menuntut murid
menjadi subyek yang dapat merancang, mengatur, menontrol kegiatan mereka
sendiri secara bertanggung jawab. Proses ini tidak bergantung pada subyek
maupun metode instruksional, melainkan kepada siapa yang belajar yaitu murid,
mencakup siapa yang memutuskan tentang apa yang akan dipelajari siapa yang
harus mempelajari suatu hal.
Oleh
sebab itu, walaupun secara ekspilsit belum ada pedman baku tantang
langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistic. Langkah-langkah yang
dimaksud adalah sebagi berikut:[15]
1.
Merumuskan
tujuan belajar yang jelas
2.
Mengusahakan
partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat
jelas,jujur dan positif.
3.
Mendorong
peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk belajar atas
inisiatif sendiri
4.
Mendorong
peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara
mandiri
5.
Peserta
didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang
ditunjukkan.
6.
Guru
menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta
didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk
bertanggungjawabatas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7.
Memberikan
kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8.
Evaluasi
diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta didik.
(Mulyati, 2005: 182)
Pembelajaran berdasarkan teori
humanisme ini tepat untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi ini adalah peserta
didik merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi
perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Peserta didik
diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat
orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa
mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau
etika yang berlaku.
a)
Ciri-ciri
guru yang baik dan kurang baik menurut Humanistik
Guru yang baik menurut teori ini adalah : Guru yang memiliki
rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa
dengan mudah dan wajar. Ruang kelas lebih terbuka dan mampu menyesuaikan pada
perubahan. Sedangkan guru yang tidak efektif adalah guru yang
memiliki rasa humor yang rendah, mudah menjadi tidak sabar, suka melukai
perasaan siswa dengan komentar yang menyakitkan, bertindak agak otoriter, dan
kurang peka terhadap perubahan yang ada.
b)
Teori kurikulum humanistic
Kurikulum humanistik dikembangkan oleh ahli pendidikan
humanistik. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi yaitu
oleh jhon dewey dan J.J Rousseau. Aliran ini lebih memberikan tempat utama
kepada siswa.Mereka bertolak dari asumsi bahwa anak atau siswa adalah yang
pertama dan utama dalam pendidikan.Ia adalah subjek yang menjadi pusat kegiatan
pendidikan. Para pendidik humanis juga berpegang pada konsep gesalt, bahwa
individu atau anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh.Pendidikan diarahkan
kepada membina manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektual tetapi
juga segi sosial dan afektif.
Pendidikan humanistik menekankan peranan siswa.Pendidikan merupakan
suatu upaya untuk menciptakan situasi yang permisif, rileks, akrab.Berkat
situasi tersebut anak mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.Pendidikan
mereka lebih menekankan bagaimana mengajar siswa (mendorong siswa), dan
bagaimana merasakan atau bersikap terhadap sesuatu.Tujuan pengajaran adalah
memperluas kesadaran diri sendiri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan
dari lingkungan. Aliran yang termasuk dalm pendidikan humanistik yaitu
pendidikan: konfluen, kritikisme radikal, dan mistikisme modern.
Pendidikan konfluen menekankan keutuhan pribadi, individu
harus merespon secara utuh terhadap kesatuan yang menyeluruh dari lingkungan.
Pendidikan kritikisme radikal bersumber dari aliran naturalisme atau romantisme
rousseau. Mereka memandang pendidikan sebagai upaya untuk membantu anak
menemukan dan mengembangkan sendiri segala potensi yang dimilikinya. Pendidikan
mistikisme modern adalah aliran yang menekankan latihan dan pengebangkan
kepekaan perasaan, kehalusan budi peerti, melalui sensitivity training, yoga,
meditasi, dan sebagainya.
c)
Karakteristik
kurikulum humanisik
Kurikulum humanistik memiliki beberapa karakteristik,
berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi. Menurut para
humanis, kurikulum berfungsi menyediakan pengalaman berharga untuk
membantu memperlancar perkembangan pribadi murid.
Karekteristik humanistik menuntut
hubungan emosional yang baik antara guru dan murid. Guru selain harus
menciptakan hubungan yang hangat dengan urid, juga mampu menjadi sumber. Ia harus
mampu memberikan materi yang menarik dan mampu menciptakan situasi yang
memperlancar proses belajar. Sesuai prinsip yang dianut humanistik menekankan
integrasi, yaitu kesatuan prilaku, bukan saja yang bersifat intelektual tetapi
juga emosional dan tindakan.
I.
Implikasi Teori Belajar
Humanistik Dalam Pembelajaran
Penerapan teori humanisme lebih
menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai
metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah
menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi,
kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta
didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran. (Sumanto, 1998: 235)
Peserta didik berperan sebagai
pelaku utama (stundent center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang
bersifat negatif.
1.
Guru
Sebagai Fasilitator
Psikologi humanisme memberi
perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini adalah berbagai cara untuk
memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator, yaitu:[16]
a)
Fasilitator
sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok,
atau pengalaman kelas
b)
Fasilitator
membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam
kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
c)
Dia
mempercayai adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan
pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
d)
Dia
mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas
dan mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan
mereka.
e)
Dia
menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
f)
Di
dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik
isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk
menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
g)
Bilamana
cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat
berperanan sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi, seorang
anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu,
seperti peserta didik yang lain.
h)
Dia
mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai
suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh peserta
didik
i)
Dia
harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang
dalam dan kuat selama belajar
j)
Di
dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba
untukmenganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri. (Dakir, 1993:
65).
Ciri-ciri guru yang fasilitatif
adalah:[17]
Ø
Merespon
perasaan peserta didik
Ø
Menggunakan
ide-ide peserta didik untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
Ø
Berdialog
dan berdiskusi dengan peserta didik
Ø
Menghargai
peserta didik
Ø
Kesesuaian
antara perilaku dan perbuatan
Ø
Menyesuaikan
isi kerangka berpikir peserta didik (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan
segera dari peserta didik)
Ø
Tersenyum
pada peserta didik. (Syaodih, 2007: 152)
Teori Rogerss
dalam bidang-bidang pendidikan dibutuhkan 3 (tiga) sikap oleh fasilitator
belajar, yaitu:
a)
Realitas
di dalam fasilitator belajar
Merupakan sikap dasar yang penting. Seorang
fasilitator menjadi dirinya sendiri dan tidak menyangkal diri sendiri. Sehingga
ia dapat masuk ke dalam hubungan dengan pelajar tanpa ada sesuatu yang
ditutup-tutupi.
b)
Penghargaan,
penerimaan, dan kepercayaan
Menghargai
pendapat, perasaan, dan sebagainya membuat timbulnya penerimaan akan satu
dengan lainnya. Dengan adanya penerimaan tersebut maka akan muncul kepercayaan
akan satu dengan yang lainnya.
c)
Pengertian
yang empati
Untuk
mempertahankan iklim belajar atas dasar inisiatif diri, maka guru harus
memiliki pengertian yang empati akan reaksi murid dari dalam. Guru harus
memiliki kesadaran yang senditif bagi jalanya proses pendidikan dengan tidak
menilai atau mengevaluasi. Pengertian akan materi pendidikan dipandang dari
sudut murid bukan guru (Herpratiwi, 2009: 53).
2.
Guru
mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya sebagai kekuatan pendorong yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
3.
Guru
mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas
dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
4.
Guru
menempatkan dirinya sebgai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan
oleh kelompok
5.
Guru
mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksanakan tetapi sebagi
andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
Dari
penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa,
meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi
akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai,
mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi
perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan
menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
1.
Humaning Of The Classroom, ini dilatarbelakangi oleh
kondisi sekolah yang otoriter, tidak manusiawi, sehingga menyebabkan peserta
didik putus asa yang akhirnya mengakhiri hidupnya. Kasus ini banyak terjadi di
Amerika Serikat dan Jepang. Humaning Of
The Classroom ini dicetuskan oleh Jhon P. Miller yang terfokus pada
pengembangan model pendidikan afektif. Pendidikan model ini tertumpu pada tiga
hal, yaitu: menyadari diri sebagai suatu proses pertumbuhan yang sedang dan
akan terus berubah, mengenali konsep dan identitas diri, dan menyatupadukan
kesadaran hati dan pikiran. Perubahan yang dilakukan terbatas pada subtansi
materi saja, tetapi yang lebih penting pada aspek metodologis yang dipandang
sangat manusiawi.
2.
Active Learning dicetuskan oleh Melvin L.
Siberman. Asumsi dasar yang dibangun dari model pembelajaran ini ialah bahwa
belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada
siswa. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Pada
saat kegiatan belajar itu aktif, siswa melakukan sebagian besar pekerjaan
belajar. Mereka mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan berbagai masalah dan
menerapkan apa yang mereka pelajari. Dalam Active
Learning cara belajar dengan mendengarkan saja akan sedikit ingat, dengan
cara mendengarkan, melihat dan mendiskusikan dengan siswa lain akan paham,
dengan cara mendengar, melihat, berdiskusi, dan melakukan akan memperoleh
pengetahuan dan keterampilan, dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbagus
ialah dengan membelajarkan.
3.
Quantum Learning merupakan cara pengubahan
macam-macam interaksi. Hubungan dan inspirasi yang di dalam dan di sekitar
momen belajar. Dalam prakteknya, Quantum
Learning menggabungkan sugetologi teknik pemercepatan belajar dan
neurolenguistik dengan teori keyakinan dan
metode tertentu. Quantum Learning mengasumsikan
bahwa jika siswa mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya secara jitu akan
mampu membuat loncatan prestasi yang tidak bisa diduga sebelumnya. Dengan
metode belajar yang tepat siswa bisa meraih prestasi belajar secara berlipat
ganda. Salah satu konsep dasar dari metode ini ialah belajar itu harus
mengasikkan dan berlangsung dalam suasana gembira, sehingga pintu masuk untuk
informasi baru akan lebih besar dan terekam dengan baik.
4.
The Accelerated Learning, merupakan pembelajaran yang
dipercepat. Konsep dasar dari pembelajaran ini berlangsung sangat cepat,
menyenangkan, dan memuaskan. Pemilik konsep ini Dave Meiver menyarankan kepada
guru agar dalam mengelola kelas menggunakan pendekatan somantic, auditory, visual dan intellectual
(SAVI). Somantic dimaksudkan sebagai learning by moving and doing (belajar
dengan bergerak dan berbuat). Auditory
adalah learning bay talking and hearing
(belajar dengan berbicara dan mendengarkan). Visual diartikan learning by
observing and picturing (belajar dengan mengamati dan menggambarkan). Intellectual maksudnya ialah learning by problem solving and reflecting
(belajar dengan pemecahan masalah dan melakukan refleksi). Bobbi De Porter
menganggap accelerated learning dapat
memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan
upaya yang normal dan dibarengi kegembiraan. Cara ini menyatukan unsur-unsur
yang sekilas tampak tidak mempunyai persamaan, misalnya hiburan, permainan,
warna, cara berfikir positif, kebugaran fisik dan kesehatan emosional. Namun
semua unsur ini bekerja sama untuk menghasilkan
pengalaman belajar efektif.

PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari segi bahasa humanisme artinya kemanusiaan, sedangkan
menurut Istilah berarti suatu paham mengenai kemanusiaan yang hakiki. Jelasnya,
humanisme adalah suatu gerakan atau aliran yang bertujuan untuk menempatkan
manusia pada posisi kemanusiaan yang sebenarnya.
Dalam teori belajar humanistik,
proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Konsep belajar Teori humanistik ini lebih melihat pada sisi
perkembangan kepribadian manusia. Berfokus pada potensi manusia untuk mencari
dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut.
Jadi, teori belajar humanistik
adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan
manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.
Adapun Tujuan pendekatan
Humanistik adalah sebagai berikut :
1.
Mengoptimalkan kesadaran individu akan keberadaannya
dan menerima keadaannya menurut apa adanya. “Saya adalah saya”.
2.
Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi cara
berfikir, keyakinan serta pandangan-pandangan individu, yang unik, yang tidak
atau kurang sesuai dengan dirinya agar individu dapat mengembangkan diri dan
meningkatkan self actualization seoptimal mungkin.
3. Menghilangkan
hambatan-hambatan yang dirasakan dan dihayati oleh individu dalam proses aktualisasi
dirinya.
4. Membantu
individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang mungkin dapat dijangkau
menurut kondisi dirinya.
|
Psikologi humanistik dapat dimengerti
dari tiga ciri utama, yaitu:
1. Psikologi humanis menawarkan satu nilai yang baru sebagai
pendekatan untuk memahami sifat dan
keadaan manusia.
2.
Psikologi humanis menawarkan pengetahuan yang
luas akan kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah
laku
3.
Psikologi humanis menawarkan metode yang
lebih luas akan kaedah-kaedah yang lebih efektif dalam dalam pelaksanaan psikoterapi.
Rogers menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar
humanistik yang penting, diantaranya ialah :
1.
Keinginan untuk belajar; seorang anak
secara wajar mempunyai keinginan untuk belajar. Keingintauan anak yang sudah
melekat atau sudah menjadi sifatnya untuk belajar adalah asumsi dasar yang
penting untuk pendidikan humanistik.
2.
Belajar secara signifikan; belajar secara
signifikan terjadi ketika belajar dirasakan relevan terhadap kebutuhan dan tujuan
siswa.
3.
Belajar tanpa ancaman; belajar yang
paling baik adalah memperoleh dan menguasai suatu lingkungan yang bebas dari
ancaman.
4.
Belajar atas inisiatif sendiri; belajar akan
paling signifikan dan meresap ketika belajar itu atas inisiatifnya sendiri, dan
ketika belajar melibatkan perasaan dan pikiran si pelajar sendiri.
5.
Belajar dan berubah; apa yang
dibutuhkan sekarang menurut Rogers, adalah individu yang mampu belajar dalam
lingkungan yang berubah.
Ajaran-ajaran
yang berkaitan dengan teori kepribadian humanistik adalah:
1.
Individu
sebagai keseluruhan yang integral; salah satu aspek yang fundamental dari
psikologi humanistik adalah ajarannya bahwa manusia atau individu harus
dipelajari sebagai keseluruhan yang integral, khas, dan terorganisasi.
2.
Ketidak
relevanan penyelidikan dengan hewan; Maslow dan para teoris kepribadian
humanistik umumnya memandang manusia sebagai makhluk yang berbeda dengan hewan
apa pun.
3.
Pembawa
baik manusia; psikologi humanistik memiliki anggapan, bahwa manusia itu pada dasarnya
adalah baik, atau tepatnya netral.
4.
Potensi
kreatif manusia; potensi kreatif manusia merupakan potensi yang umum pada
manusia, jika setiap orang memiliki kesempatan atau menghuni lingkungan yang
menunjang, setiap orang dengan kreatifitasnya itu akan mampu mengungkapkan
segenap potensi yang dimilikinya.
5.
Penekanan
pada kesehatan psikologi; psikologi humanistik memandang self-fulfillment
sebagai tema yang utama dalam hidup manusia, suatu tema yang tidak akan
ditemukan pada teori-teori lain yang berlandaskan studi atas individu-individu
yang mengalami gangguan.
Adapun tokoh – tokoh yang
mempelopori psikologi humanistik yang digunakan sebagai teori belajar humanisme
sebagai berikut :
1.
Bloom
dan Krathwohl
Dalam hal ini, Bloom dan Krathwohl
menunjukkan apa yang mungkin dikuasai oleh siswa,yang tercakup dalam tiga
kawasan yaitu (1) Kognitif,
(2) Psikomotorik,
dan (3) Afektif.
2.
Kolb
Kolb membagi tahapan belajar menjadi
empat tahap yaitu (1) Pengalaman
konkret, (2) Pengamatan aktif dan reflektif, (3) Konseptualisasi, dan (4) Eksperimentasi
aktif.
3.
Honey
dan Mumford
Honey
dan Mumford menggolong-golongkan orang yang belajar ke dalam empat macam atau
golongan, yaitu (1) kelompok aktivis, (2) golongan reflektor, (3) kelompok
teoritis dan (4) golongan pragmatis.
4.
Habermas
Ahli
psikologis lainnya adalah hebermas yang dalam pandangannya bahwa belajar sangat
dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama
manusia.Habermas mengelompokkan tipe belajar
menjadi tiga bagian yaitu (1) Belajar
teknis, (2) Belajar praktis, dan (3) Belajar emansipatoris.
5.
Carl Rogers
Roger membedakan dua ciri belajar,
yaitu (1) belajar
yang bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna.
Asumsi dasar teori Rogers adalah (1) Kecenderungan formatif
dan (2) Kecenderungan aktualisasi
Lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya (fully
human being) yaitu (1)
Keterbukaan pada pengalaman
(2) Kehidupan ekstansial,
(3) Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri, (4) Perasaan
bebas, dan (5) Kreatifitas.
6.
Maslow
Teori
yang terkenal dari Maslow yang merupakan salah satu tokoh humanistik adalah
teori tentang Hirarki Kebutuhan. Adapun hirarki kebutuhan tersebut yaitu (1) Kebutuhan
fisiologis atau dasar, (2) Kebutuhan akan rasa aman, (3) Kebutuhan memiliki
cinta, (4) Kebutuhan penghargaan, dan (5) Kebutuhan aktualisasi diri.
7.
Arthur Combs (1912-1999)
Semakin jauh hal-hal
yang terjadi di luar diri seseorang (dunia) dari pusat lingkaran lingkaran
(persepsi diri),semakin kurang pengaruhnya terhadap seseoarang. Sebaliknya,
semakin dekat hal-hal tersebut dengan pusat lingkaran, maka semakin besar
pengaruhnya terhadap seseorang dalam berperilaku. Jadi jelaslah maka
semakin banyak hal yang dipelajari oleh
murid segera dilupakan, karena tidak adakaitanya sama sekali dengan dirinya.
Adapun kelebihan dan kekurangan teori belajar humanistik yaitu :
1.
Kelebihan teori humanisme adalah :
a)
Teori
ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
b)
Menurut
aliran humanisme : individu itu
cenderung mempunyai kemampuan / keinginan untuk berkembang dan percaya pada
kodrat biologis dan ciri lingkungan
c)
Indikator
dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah,
berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap
atas kemauan sendiri.
d)
Siswa
diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain
dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi
hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang
berlaku.
e)
Aliran
humanisme tidak menyetujui sifat pesimisme, dalam aliran humanisme individu itu
memiliki sifat yang optimistik
f)
Teori
Humanistik sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada
dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks
manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya(Dr.C.Asri
Budi Ningsih,2005:76).
g)
Ide-ide,
konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang dirumuskan dapat membantu para
pendidik dan guru untuk memahami hakikat kejiwaan manusia.( Dr.C.Asri Budi
Ningsih,2005:77).
2.
Kekurangan teori humanisme adalah :
a)
Siswa
yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.
b)
Terlalu
memberi kebebasan pada siswa.
c)
Teori
humanisme terlalu optimistik secara naif dan gagal untuk memberikan pendekatan
pada sisi buruk dari sifat alamiah manusia
d)
Teori
humanisme, seperti halnya teori psikodinamik, tidak bisa diuji dengan mudah
e)
Banyak
konsep dalam psikologi humanisme, seperti misalnya orang yang telah berhasil
mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif.
f)
Beberapa
kritisi menyangkal bahwa konsep ini bisa saja mencerminkan nilai dan idealisme
Maslow sendiri.
g)
Psikologi
humanisme mengalami pembiasan terhadap nilai individualistis
h)
Teori
humanisme ini dikritik karena sukar digunakan dalam konteks yang lebih praktis.
Teori ini dianggap lebih dekat dengan dunia filsafat daripada dunia
pendidikan(Dr.C.Asri Budi Ningsih,2005:76).
i)
Aplikasi
teori humanisme dalam pembelajaran, guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir
induktif, mementingkan pengalaman serta membutuhkan keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses belajar.
j)
Teori
humanisme masih sukar diterjemahkan kedalam langkah-langkah yang praktis dan
operasional.(Dr.C.Asri Budi Ningsih,2005:76-77).
Beberapa
program dalam aplikasi humanisme dalam pembelajaran yaitu:
1.
Confluent Education Cooperative Learning; pendidikan yang memadukan atau mempertemukan
pengalaman-pengalaman afektif dengan belajar kognitif di dalam kelas.
2.
Open Education; proses
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada murid untuk bergerak secara bebas
disekitar kelas dan memilih aktivitas belajar mereka sendiri.
3.
Cooperative Learning; fondasi
yang baik untuk menigkatkan dorongan berprestasi siswa.
4.
Independent Learning; proses
belajar yang menuntut murid menjadi subyek yang dapat merancang, mengatur,
menontrol kegiatan mereka sendiri secara bertanggung jawab.
Adapun implikasi teori belajar
humanistik yaitu :
1.
Guru
Sebagai Fasilitator
2.
Guru
mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya sebagai kekuatan pendorong yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
3.
Guru
mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas
dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
4.
Guru
menempatkan dirinya sebgai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan
oleh kelompok
5.
Guru
mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksanakan tetapi sebagi
andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
Adapun model pembelajaran
humanistik yaitu :
1.
Humaning Of The Classroom, ini dilatarbelakangi oleh
kondisi sekolah yang otoriter, tidak manusiawi, sehingga menyebabkan peserta
didik putus asa yang akhirnya mengakhiri hidupnya.
2.
Active Learning, bahwa belajar bukan
merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa.
3.
Quantum Learning merupakan cara pengubahan
macam-macam interaksi.
4.
The Accelerated Learning, merupakan pembelajaran yang
dipercepat.
B.
Implikasi dan Saran
|
Penulis
berharap dengan hadirnya makalah ini menjadi salah satu khasanah penambah
wawasan keilmuan pembaca mengenai apa yang dimaksud dengan Teori Belajar
Humanistik tersebut serta segala hal yang berkaitan dengannya.

Rahman Ulfiani. 2014. Memahami Psikologi dalam
Pendidikan (Teori dan Aplikasi). Makassar: Alauddin University Press
eka andria. blogspot, 2015, Makalah Teori
Belajar Humanistik Tugas, [online], (http://eka-andria.blogspot.co.id/makalah-teori-belajar-humanistik-tugas.html, diakses tanggal 07 Maret 2018)
khumairahbustang.blogspot, 2016, Makalah
Teori Belajar Humanistik, [online], (http://khumairahbustang.blogspot.co.id/makalah-teori-belajar-humanistik-dan.html, diakses tanggal 07 Maret 2018)
novinasuprobo.wordpress, 2008, Teori Belajar
Humanistik, [online], (https://novinasuprobo.wordpress.com/teori-belajar-humanistik/, diakses tanggal 07 Maret 2018)
argopusoro.wordpress, 2015, Makalah Teori
Belajar Humanistik Abraham Maslow, [online], (https://argopusoro.wordpress.com/makalah-teori-humanistik-abraham-maslow/, diakses tanggal 07 Maret 2018)
dwiekasite.wordpress, 2016, Makalah tentang
Teori Belajar Humanistik, [online], (https://dwiekasite.wordpress.com/makalah-tentang-teori-belajar-humanistik/, diakses tanggal 07 Maret 2018)
sitiaminiharis31.blogspot, 2016, Makalah
Teori Belajar Humanistik, [online], (http://sitiaminiharis31.blogspot.co.id/makalah-teori-belajar-humanistik-dan.html, diakses tanggal 07 Maret 2018)
kristianawidi.blogspot, 2012, Makalah Teori
Humanistik Carl Rogers, [online], (http://kristianawidi.blogspot.co.id/makalah-teori-humanistik-carl-rogers.html, diakses tanggal 07 Maret 2018)
fadilah1995.blogspot, 2015, Teori Belajar Humanistik,
[online], (http://fadilah1995.blogspot.co.id/teori-belajar-humanistik-dan_29.html, diakses tanggal 07 Maret 2018)
amirazhar.kompasiana,
----, Aplikasi Teori Belajar Humanisme dalam Kegiatan Pembelajaran, [online], (https://www.kompasiana.com/amirazhar/aplikasi-teori-humanisme-dalam-kegiatan-pembelajaran_5528f7cbf17e6188258b4581, diakses tanggal 07 Maret 2018)
hasanudin18.wordpress, 2012, Teori Belajar
Humanistik dan Penerapannya dalam Pembelajaran, [online], (https://hasanudin18.wordpress.com/teori-belajar-humanistik-dan-penerapannya-dalam-pembelajaran/, diakses tanggal 07 Maret 2018)
catatansederhanakomara.blogspot, 2013, Teori
Humanisme dan Implementasinya, [online], (http://catatansederhanakomara.blogspot.co.id/teori-humanisme-dan-implementasinya.html, diakses tanggal 07 Maret 2018)
putuwidyanto.wordpress,
2011, Teori Belajar Humanistik, [online], (https://putuwidyanto.wordpress.com/teori-belajar-humanistik/, diakses tanggal 07 Maret 2018)
irfannurs.blogspot, 2016, Aplikasi Teori Belajar
Humanistik, [online], (http://irfannurs.blogspot.co.id/aplikasi-teori-pembelajaran-humanistik.html, diakses tanggal 07 Maret 2018)
isqalkurniawan.blogspot, 2013, Makalah Teori Belajar
Humanisme, [online], (http://isqalkurniawan.blogspot.co.id/makalah-teori-belajar-humanisme.html, diakses tanggal 07 Maret 2018)
profilaminkutbi.blogspot, 2010, Aplikasi
Psikologi Humanistik, [online], (https://profilaminkutbi.blogspot.co.id/plikasi-psikologi-humanistik-dalam.html, diakses tanggal 07 Maret 2018)
abiavisha.blogspot,
2013, Teori Belajar Humanistik, [online], (http://abiavisha.blogspot.co.id/teori-belajar-humanistik-dan.html, diakses tanggal 07 Maret 2018)
mihwanuddin.wordpress, 2011, Teori Belajar
Humanistik Pengertian Teori Belajar Humanistik Tokoh Teori Belajar Humanistik
Prinsip dalam Teori Belajar Humanistik Aplikasi Teori Belajar Humanistik
Implikasi Teori Belajar Humanistik, [online], (https://mihwanuddin.wordpress.com/toeri-belajar-humanistik-pengertian-teori-belajar-humanistik-tokoh-teori-belajar-humanistik-prinsip-dalam-teori-belajar-humanistik-aplikasi-teori-belajar-humanistik-implikasi-teori-belajar-humani/,
diakses tanggal 07 Maret 2018)
[5]
http://abiavisha.blogspot.co.id
[8]
http://catatansederhanakomara.blogspot.co.id
[13] Ulfiani Rahman. 2014. Memahami Psikologi dalam Pendidikan (Teori dan
Aplikasi). Makassar: Alauddin University Press. h.106-111
Komentar
Posting Komentar